Literasi Kawan dan Lawan Modernitas: Menilik Sisi Lain Penggunaan Literatur sebagai Sarana Penyampaian Informasi di Era Modern


           

Gambar diambil pada 15 Februari 2018, Malang


           Literasi adalah sebuah kegiatan kompleks yang melibatkan kemampuan dalam memahami, menganalisis, dan mengikhtisarkan sebuah bahan baca (literatur) menjadi sebuah informasi yang berdaya guna. Literasi di masa kini terutama di wilayah Indonesia masih sangat minim intensitasnya. Titik berat dari fenomena keterpurukan itu bersumber pada terfokusnya materi bacaan literasi dengan materi bacaan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini seakan-akan membuat ambiguitas di tengah carut marut pemahaman mengenai budaya literasi itu sendiri. Literasi sudah seharusnya dianggap sebagai suatu wadah pengaplikasian kemampuan membaca kompleks yang sudah ditanamkan sejak mata pelajaran Bahasa Indonesia telah dikenalkan sejak bangku sekolah dasar. Aplikasi literasi ini diharapkan mampu mengangkat eksistensi literatur secara menyeluruh pada setiap jenjang pendidikan.
            Permasalahannya sekarang pada era modern ini sumber informasi dapat didapatkan tanpa harus membuka buku/ literatur fisik. Informasi dapat dibagikan melalui wadah online yang sering kita kenal sebagai internet. Internet sebagai sebuah sistem jaringan informasi yang luas mampu menyediakan opsi pembelajaran literasi yang jauh lebih interaktif dan inovatif. Mengutip dari Tekno Kompas, terdapat survei yang dilakukan oleh UNICEF pada penelitiannya yang bertajuk “Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia” bekerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika dan Universitas Harvard, Amerika Serikat. Studi tersebut menelusuri aktivitas online dari sampel anak dan remaja yang melibatkan 400 responden dari rentang usia 10-19 tahun di seluruh Indonesia. Ditemukan data sebanyak 98 persen dari anak dan remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet. Hal ini kembali menegaskan bahwa hampir remaja usia pendidikan menjadi pengguna internet. Dibandingkan dengan data dari American Psychological Association ditemukan bahwa sebanyak 6.250 responden perwakilan nasional dari total 50.000 siswa kelas 10 dan kelas 12 menghabiskan waktu untuk berselancar di internet dan menghindari buku, surat kabar, dan majalah. Dengan adanya hal tersebut semakin memperkuat bahwa media literasi konvensional mulai tergerus modernitas yang sudah tidak dapat dibendung lagi.
            Ketertarikan remaja usia pendidikan terhadap literasi konvensional ini tentunya memiliki beragam faktor. Mahalnya harga literatur fisik, isu penggunaan kertas sebagai salah satu bentuk tindakan yang tidak ramah lingkungan, serta minimnya tema-tema literatur yang cocok dan sesuai dengan pola psikis literasi generasi milenial merupakan beberapa alasan remaja memilih menggunakan gawai nya untuk mengakses informasi. Di samping jauh lebih fleksibel dan efisien, penggunaan gawai yang tersinkronisasi dengan media pembelajaran berbasis literasi online mampu menyuguhkan informasi yang lebih dapat dipahami dengan mudah. Adanya fitur umpan balik langsung melalui forum dan kolom komentar menjadi langkah revolusional yang mampu membuat pembaca merasa dihargai dan mampu berdiskusi di dalam materi informasi yang ingin diketahui. Tidak hanya sebatas sebidang kertas seperti buku konvensional, gawai yang terhubung dengan internet mampu disesuaikan dengan kebutuhan remaja. Mulai dari ukuran layar, kelengkapan fitur (smart-pen), serta mulai bermunculannya aplikasi-aplikasi yang menggunakan metode IoT (Internet of Things) dengan mengintegrasikan data perpustakaan nasional dengan ketersediaan e-book  yang bisa diakses bebas oleh kaum awam. Berdasarkan hal tersebut betapa literasi konvensional mulai didobrak dengan pembaharuan yang lebih sesuai dengan era modernitas itu sendiri.
            Namun, tak semua remaja usia pendidikan menyukai sarana literasi berbasis internet. Remaja memilih menggunakan buku, surat kabar, dan majalah sebagai sarana penyampaian informasi yang efektif dalam literasi. Bentuk fisik diyakini sebagai unsur eksentrik pertama yang dirasakan oleh remaja ketika menggunakannya. Penggunaan literatur online memiliki beragam kelemahan. Di antaranya sumber informasi belum dapat dibuktikan kebenarannya. Mudah penyebaran hoax menjadi bukti bahwa khasanah literasi belum diterapkan secara benar. Kemudian, kurangnya kesadaran akan pentingnya hak cipta terhadap suatu karya terkadang menyulitkan dalam pertanggungjawaban informasi yang diberikan. Sebaliknya literatur fisik memiliki identitas pengarang dan terdaftar dalam ISBN sehingga informasi/materi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tingkat apresiasi yang tinggi terhadap orisinalitas memiliki nilai edukasi sekunder bahwa literasi tidak sekadar membaca dan menerapkannya tetapi juga mendorong pembaca untuk menuangkan idenya lebih luas dengan tetap pada jalur kaidahnya.
            Beragam opini telah implisit menyatakan bahwa tidak ada sebuah sistem yang dapat bertahan dalam kondisi yang sama. Arus modernisasi yang mulai merambah ke negara berkembang ternyata memiliki dampak yang signifikan pada konsep literasi itu sendiri. Literasi tidak sekadar mengintisarikan bacaan fisik semata, tetapi remaja juga mampu menganalisis beragam media literasi dengan baik. Literasi sebagai langkah awal dari sebuah pembangunan negara tidak lagi berbasis pada tingkat minat baca saja, tetapi kemampuan menciptakan gagasan baru dari hasil pemikiran literasi inilah yang seharusnya bisa diukur. Instansi pendidikan sudah seharusnya berpikiran terbuka dan tidak kolot akan kebudayaan era milenial. Instansi pendidikan sebagai garda terdepan penghasil generasi penerus bangsa harus bisa mewadahi seluruh platform literasi. Literasi bukan sekadar kegiatan semata melainkan sebuah budaya yang sebenarnya tidak bisa dikekang oleh batas-batas yang jelas. Literasi sebagai bentuk ekspresi manusia yang harafiah nya ingin belajar secara kontinu dengan tetap menciptakan gagasan baru.
            Literasi dan modernitas sudah saatnya diperbarui sebagai sebuah keterkaitan dan interdependensi pada masa sekarang. Dampak dari literasi harus sudah terarah pada tindakan mendukung modernitas. Modernitas tidak dapat dilawan sebab arusnya akan semakin cepat mendobrak sistem konvensional. Penggagas pendidikan dan guru-guru memiliki peran penting dalam hal ini. Penjelasan akan keterkaitan zaman dengan konsep pemahaman akan literasi sebaiknya disampaikan dengan gamblang tidak terkesan menyudutkan zaman milenial. Zaman akan selalu menjadi penentu pola pikir, literasi sebagai objek perubahan akan pasti merasakan dampak yang besar. Minat membaca bukan terukur dari seberapa banyak buku fisik yang dibaca. Lebih dari itu, minat membaca sebaiknya terukur dari seberapa informasi valid yang diterima melalui beragam media. Internet sebagai salah satu wadah literasi juga harus diperhitungkan. Sebab literatur bukan hanya pada bentuk harafiah nya tetapi bisa dimodifikasi menjadi bentuk lain yaitu e-book. Substansinya juga tidak sekadar tulisan yang panjang dan terkesan membosankan, literatur yang dipakai tak menutup kemungkinan juga melalui komik, novel, kolom surat kabar, bahkan di masa depan kombinasi hal tersebut menciptakan era literasi yang dinamis. Kombinasi antara visual yaitu teks dan gambar dengan panduan suara yang semakin memudahkan remaja difabel juga.
            Oleh karena itu, literasi bisa menjadi kawan dalam pengembangan literasi yang lebih baik dan visioner sekaligus menjadi lawan modernitas dimana menggerus sisi unik dari literasi itu sendiri yang seharusnya berkaitan dengan buku. Pada akhirnya, literasi tetap harus selalu digalakkan baik dari jenjang pendidikan PAUD hingga jenjang Perguruan Tinggi. Literasi tetap menjadi modal dalam pembangunan utama dalam memajukan bangsa. Maka, marilah kita senantiasa untuk mengembangkan diri melalui literasi. Bukan hanya sebuah kegiatan, melainkan budaya hidup yang harus selalu menggelora dalam setiap sanubari kita.

Daftar Pustaka:
Khomariah, Noer. 2018. Remaja Banyak Habiskan Waktu di Medsos Dibanding Membaca, (Online). (https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/08/22/pdu84q430-remaja-banyak-habiskan-waktu-di-medsos-dibanding-membaca), diakses pada 24 Oktober 2018 pada pukul 21.00
Panji, Aditya. 2014. Hasil Survei Pemakaian Internet Remaja. (Online). (https://tekno.kompas.com/read/2014/02/19/1623250/Hasil.Survei.Pemakaian.Internet.Remaja.Indonesia), diakses pada 24 Oktober 2018 pada pukul 21.30


Catatan Kaki : Esai ini pertama kali dipublikasikan dalam rangka Perlombaan Esai AWAS 2018

Comments

Popular Posts