KAPAL KEHIDUPAN: Perjalanan Tanpa Tujuan
Kehidupan
laksana sebuah kapal di tengah lautan. Mudah diombang-ambingkan oleh ombak dan
diremukkan oleh karang. Kita kerap tak tahu arah dan tujuan kita melaju.
Seakan-akan kabut dan badai tak pernah berhenti menyerbu. Ingin berhenti saja
tak mampu sebab karang dan angin akan memporak-porandakan kapal itu. Layar
terkembang seakan-akan memohon agar angin bisa meniupnya sejauh mungkin dari
pandangan. Sama seperti kapal, kita kerap kali tidak tahu kapan masalah akan
berhenti menyapu. Kita hanya percaya kepada Sang Khalik agar tak dibuatnya hidup
ini binasa. Sering kali mengubah haluan pertanda hidup ini suka melawan. Melawan
melewati jalur yang lurus dan memilih menempuh lautan yang bergemuruh. Awan
hitam di jauh sana sudah menggunturkan kilat pertanda kematian akan mendekat.
Akan tetapi, keinginan hati ini tak bisa dilawan. Raga manusia ini lebih kuat
bila berhubungan dengan nafsu. Seakan-akan tak ada jalan lain selain mengikuti
hatinya. Mau diluruskan sulit, mau diberi tahu sudah tak mempan. Mau bagaimana
lagi sudah tabiat lama kita sehari-hari. Tak usah memandang siapa orang itu
hanya pokok dia ini jenis manusia sudah pasti benar lahir sebagai pembangkang.
Sekarang,
bagaimana? Sudah rusak ini kapal. Bocor disana-sini, sudah sering kali ditambal
menggunakan selembar kain putih pun tak mempan. Akhirnya barang-barang pun
dilempar ke dalam lautan. Meringankan badan kapal agar tak cepat tenggelam
sebelum sampai tujuan. Memang haruslah begitu, hidup ini kalau sudah menjadi
miskin mulai bisa berbenah diri. Lebih ringan rasanya, lebih seimbang kanan dan
kirinya. Kapal pun bisa selamat melewati gempuran guntur, ombak ganas, dan
raungan angin yang hendak menjungkirbalikannya. Kapal pun sekarang nampak lebih
stabil dan bisa dikemudikan lagi dengan nyaman. Terkadang itulah yang kupahami
bahwa semua orang pasti akan merasakan pedihnya jatuh dan kehilangan
segala-galanya. Namun, semuanya akan membaik dan kembali memburuk terus-menerus
tiada henti. Bimbang, ragu, cemas, dan takut akan selalu menyelimuti hidup ini.
Setidaknya masih ada harapan apabila kapal itu belum tenggelam. Tenang, masih
belum saatnya. Percaya saja arahan air-Nya dan nikmatilah sampai kelak suatu
masa engkau mencapai tujuanmu. (NS)
Comments
Post a Comment