KAPAL KEHIDUPAN: Perjalanan Tanpa Tujuan

(unsplash(dot)com - Anastasia Taioglou)

            Kehidupan laksana sebuah kapal di tengah lautan. Mudah diombang-ambingkan oleh ombak dan diremukkan oleh karang. Kita kerap tak tahu arah dan tujuan kita melaju. Seakan-akan kabut dan badai tak pernah berhenti menyerbu. Ingin berhenti saja tak mampu sebab karang dan angin akan memporak-porandakan kapal itu. Layar terkembang seakan-akan memohon agar angin bisa meniupnya sejauh mungkin dari pandangan. Sama seperti kapal, kita kerap kali tidak tahu kapan masalah akan berhenti menyapu. Kita hanya percaya kepada Sang Khalik agar tak dibuatnya hidup ini binasa. Sering kali mengubah haluan pertanda hidup ini suka melawan. Melawan melewati jalur yang lurus dan memilih menempuh lautan yang bergemuruh. Awan hitam di jauh sana sudah menggunturkan kilat pertanda kematian akan mendekat. Akan tetapi, keinginan hati ini tak bisa dilawan. Raga manusia ini lebih kuat bila berhubungan dengan nafsu. Seakan-akan tak ada jalan lain selain mengikuti hatinya. Mau diluruskan sulit, mau diberi tahu sudah tak mempan. Mau bagaimana lagi sudah tabiat lama kita sehari-hari. Tak usah memandang siapa orang itu hanya pokok dia ini jenis manusia sudah pasti benar lahir sebagai pembangkang.

            Sekarang, bagaimana? Sudah rusak ini kapal. Bocor disana-sini, sudah sering kali ditambal menggunakan selembar kain putih pun tak mempan. Akhirnya barang-barang pun dilempar ke dalam lautan. Meringankan badan kapal agar tak cepat tenggelam sebelum sampai tujuan. Memang haruslah begitu, hidup ini kalau sudah menjadi miskin mulai bisa berbenah diri. Lebih ringan rasanya, lebih seimbang kanan dan kirinya. Kapal pun bisa selamat melewati gempuran guntur, ombak ganas, dan raungan angin yang hendak menjungkirbalikannya. Kapal pun sekarang nampak lebih stabil dan bisa dikemudikan lagi dengan nyaman. Terkadang itulah yang kupahami bahwa semua orang pasti akan merasakan pedihnya jatuh dan kehilangan segala-galanya. Namun, semuanya akan membaik dan kembali memburuk terus-menerus tiada henti. Bimbang, ragu, cemas, dan takut akan selalu menyelimuti hidup ini. Setidaknya masih ada harapan apabila kapal itu belum tenggelam. Tenang, masih belum saatnya. Percaya saja arahan air-Nya dan nikmatilah sampai kelak suatu masa engkau mencapai tujuanmu. (NS)

Comments

Popular Posts